Studi Analisis Dampak Penggunaan Air Tanah Di Wilayah Pesisir Kota Mataram
Terdapat beberapa masalah pokok yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya airtanah di Kota Mataram, yaitu jumlah penduduk yang semakin besar, pertumbuhan industry dan bisnis yang pesat ketersediaan sumber daya airtanah dan kemampuan PTAM yang semakin terbatas, dan posisi sebagian wilayah Kota Mataram yang sistem akuifernya berbatasan dengan pantai. Pemanfaatan air tanah yang berlebihan di wilayah pesisir Kota Mataram dapat menyebabkan meningkatnya potensi intrusi air laut ke daratan.
Pada ini dilakukan serangkaian pengukuran untuk mengidentifikasi dampak penggunaan air tanah di wilayah pesisir Kota Mataram. Dalam penelitian ini dilakukan uji salinitas dari sumur-sumur penduduk yang berada di wilayah pesisir pada dua kecamatan, yaitu Kecamatan Ampenan dan Sekarbela. Selain itu, dilakukan juga pengukuran geolistrik untuk mengetahui kedalaman dan sebaran intrusi di bawah permukaan pada lokasi-lokasi tertentu.
Dari hasil uji salinitas didapatkan bahwa terdapat beberapa daerah yang mengalami intrusi air laut di wilayah pesisir kota Mataram, baik di kecamatan Ampenan maupun kecamatan Sekarbela. Daerah kecamatan Ampenan yang mengalami intrusi air laut yaitu Kampung Melayu, Kampung Arab, Banjar, Karang Panas, Gatep, sedangkan pada kecamatan Sekarbela intrusi air laut terjadi di daerah Bagik Kembar dan Tanjung karang-Mapak. Adanya air tanah payau di bagian utara kecamatan Ampenan (Bintaro), disebabkan karena dominasi endapan pantai. Laju penjalaran intrusi air laut belum dapat dilakukan karena membutuhkan data time series.
Unduh PDFKajian Kelayakan Kawasan Ampenan Sebagai Kota Tua Dan Alternatif Pengembangannya
Kawasan Ampenan terdapat salah satunya urban heritage district atau kawasan kota tua di Kota Mataram. Urban Heritage hadir sebagai kesatuan dari aspek fisik suatu bangunan, ruang publik dan morfologi kota yang diwariskan untuk generasi saat ini dan yang akan datang. Keberadan urban heritage sebagai warisan sejarah dan kebudayaan dapat menunjukkan identitas asli sebuah kota. Namun seiring dengan berjalannya waktu, Kota Mataram berkembang mengikuti pola keinginan masyarakat tanpa memperhatikan eksistensi akar sejarah dan kebudayaan yang ada. Keberadaan urban heritage semakin tersingkir dan terlupakan akibat modernisasi yang terjadi. Kota Ampenan merupakan bagian dari JKPI (Jaringan Kota Pusaka Indonesia) dari 43 kota yang ada di Indonesia. Untuk keberlanjutan Kawasan Ampenan dan demi Kota Tua Ampenan termanfaatkan secara optimal, sejarah, sosial budaya serta untuk kemakmuran masyarakat sekitarnya. Maka diperlukan Kajian Kelayakan Kawasan Ampenan diperlukan untuk melihat sejauh mana Kota Tua di Kawasan Ampenan melihat kini Kota Tua sedang berada dalam ancaman kehancuran oleh terdegradasi kualitas fisik, terjadi alih fungsi, pola keinginan masyarakat, perkembangan sosial budaya dan kerusakan lingkungan. Pengabaiaan selama ini menyebabkan kawasan kota tua berubah menjadi kawasan marginal yang kumuh dan tidak selaras dengan perkembangan Kota Mataram.
Unduh PDFIdentifikai dan Pengembangan Model Filantropi Pembiayaan Pembangunan di Kota Mataram
Ruang Lingkup penelitian ini adalah memetakan potensi dan mendesain model filantropi sebagai lembaga sosial public, untuk pembiayaan pembangunan berkelanjutan di Kota Mataram, dengan beracuan kepada pilar-pilar SDGs. Tujuannya adalah 1). identifikasi dan pemetaan potensi pengembangan Filantropy di Kota Mataram, 2). Menganalisis peluang pengembangan Filantropy, 3). Menganalisis focus issue yang akan mendapat pembiyaan dari dana filantropy dengan (mengacu pada pilar-pilar SDGs), 4). Desain Model Filantropy yang cocok dan sesuai dengan prinsip-prinsip kedermawanan berdasarkan nilai-nilai religious. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada narasumber dengan menggunakan panduan kuesioner yang telah disipkan dan mengmpulkan data-data skunder yang bersumber dari hasil-hasil kajian sebelumnya, data BPS serta data dinas-dinas terkait yang dianggap memiliki relvansi dengan penelitian ini. Data diolah dengan menggunakan MS Excel dan dianalisa dengan metode analisis SWOT. Adapun hasil dari penelitain ini adalah potensi dana filantropi dari beberapa sumber derma sekitar Rp. 4.93 miliar per bulan. Membangun kemitraan multipihak pemerintah dengan privat sector dan masyarakat secara langsung agar kelembagaan filantropi yang di inisiasi dapat berjalan secara tranparan dan akuntabel. Focus issue yang akan di kembangkan adalah dengan merujuk pada pilar-pilar pembangunan berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)
Unduh PDFPekerjaan Pemanfaatan Lahan Eks Bandara Selaparang Untuk Kepentingan Pembangunan Masyarakat Kota Mataram
Transportasi udara di Lombok diawali dengan dibangunnya Pelabuhan Udara Rembiga pada tahun 1956 dan selesai pada tahun 1957 dengan fasilitas Landasan 1.200 m x 30 m yang diperpanjang menjadi 1.400 m x 30 m pada tahun 1958 dan 1.850 m x 40 m pada tahun 1992, Apron 100 m x 40 m yang diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1959 dengan nama Pelabuhan Udara Rembiga.
Nama Pelabuhan Udara Rembiga berubah menjadi Bandar Udara Selaparang dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.61/1994 tanggal 30 Oktober 1994 dan pada 1 Oktober 1995 Bandar Udara Selaparang pengelolaannya diambil alih Angkasa Pura Airports sesuai BA.AU.9819/UM.114/95 dan BA.85/HK.50/1995-DU tanggal 3 Oktober 1995.
Bandara Selaparang yang telah beroperasi sejak tahun 1957 dengan nama Pelabuhan Udara Rermbiga, kemudian berubah menjadi Bandar Udara Selaparang yang dikeola oleh PT Angkasa Pura I sejak tahun 1995, telah menghentikan operasional Bandara Selaparang terhitung mulai tanggal 30 September 2011 sejak pukul 18.00 Wita dan memindahkan seluruh penerbangan ke Bandara Internasional Lombok (BIL) di Lombok Tengah.
Bandara Selaparang yang telah tidak difungsikan menjadi bandara oleh PT Angkas Pura I, maka seyogyanya lahan tersebut dikembalikan ke pemerintah pusat dan dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Untuk mencabut penyertaan modal Negara kepada PT Angkasa Pura I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1995, maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mecabut penyertaan modal Negara kepada PT Angkasa Pura I sebagaimana telah dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri pada tahun 2004 dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Pengurangan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia pada Perusahaan Pesero (PERSERO) PT Angkasa Pura I. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tersebut mencabut kewenangan PT Angkasa Pura I untuk mengelola Bandara Kemayoran Jakarta karena telah dipindahkan ke Bandara Soekarno Hatta Cengkareng Banten.
Pemerintah Kota Mataram dapat mengelola lahan Bandara Selaparang Mataram yang selama ini dikelola oleh PT Angkasa Pura I untuk dijadikan Bandara berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1995. PT Angka Pura I tidak lagi memanfaatkan lahan Bandara Selaparang menjadi Bandar Udara di Pulau Lombok, maka Pemerintah Kota Mataram dapat meminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi penyertaan modal Negara pada PT Angkasa Pura I dan menyerahkan pengelolaan Banda Selaparang ke Pemerintah Kota Mataram melalui Badan Usaha Milik Daerah Kota Mataram.
Unduh PDF
Kajian Konsep Pengembangan dan Pengelolaan Taman Kota Menjadi Taman Tematik di Kota Mataram
Keamanan dan kenyamanan sebuah kota menjadi suatu prioritas yang penting dan menjadi indikator dari sebuah kota yang layak huni. Keamanan dan kenyamanan ini dapat dipenuhi dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang menyebar merata di seluruh kota. RTH memiliki berbagai klasifikasi, mulai dari RTH perkarakan, RTH taman dan hutan kota, RTH jalur hijau jalan, dan RTH fungsi tertentu. Salah satu RTH yang dapat diolah untuk beraktivitas dengan berbagai kegiatan adalah taman kota, yang juga dijadikan sebagai wajah kota. Taman kota selain harus memiliki kriteria desain yang memiliki citra kota, keamanan, dan kenyamanan; taman kota juga harus memberikan efek relaksasi kepada pengunjung ketika beraktivitas di dalamnya. Selain itu, fungsi taman kota lainnya adalah sebagai fungsi ekologi, fungsi ekonomi, fungsi sosial ekonomi, dan fungsi estetika
Akan tetapi, permasalahan yang dihadapi oleh taman-taman kota adalah kurang perawatan, desain yang kurang menarik, desain yang tidak memiliki konsep dan cenderung monoton. Desain taman-taman kota cenderung tidak memiliki variasi dalam hal pemanfaatan vegetasi, desain lanskap taman, dan pemilihan material fisik taman. Karena adanya tidak integrasi antar taman-taman kota di Kota Mataram, maka kajian mengenai konsep pengembangan dan pengelolaan taman perlu dilakukan. Kajian ini perlu diintegrasikan dengan desain yang berorientasi lingkungan dan tematik berdasarkan kajian khusus agar dapat dinikmati oleh masyarakat
Unduh PDF